Senin, 27 Juni 2016

Konsep Tolong Menolong Dalam Al-Quran



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Tema dan Kata Kunci Tema
Tema laporan ini adalah konsep ta’awun (tolong menolong) dalam Al-Quran. Kata kunci laporan ini adalah ta’awun (tolong menolong).

B.       Latar Belakang
Al-Quran yang secara harfiah bearti “bacaan yang sempurna”.[1] Merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia  mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Quran Al-Karim, bacaan yang sempurna lagi mulia.
Al-Qur’an adalah firman Allah yang merupakan mu’zijat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dalam bahasa Arab yang tertulis dalam mushaf  yang bacaannya terhitung sebagai ibadah, yang diriwayatkan secara mutawatir yang dimulai dengan Surah Al-Fatihah, dan diakhiri dengan Surah An-Naas.[2]
Secara etimologis Al-Quran berarti “bacaan” atau yang dibaca, berasal dari kata qara’a yang bearti membaca. Secara Terminologi Quran bearti kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab melalui malaikat jibril, sebagai mu’jizat dan argumentasi dalam mendakwahkan kerasulannya sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat. Defenisi lain “ Al-Quran adalah kalam Allah SWT., yang meruapakan mu’jizat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawaf dan membacanya ibadat”. [3]
Pendapat ulama menyebutkan defenisi Quran yang mendekati maknanya dan membedakannya dari yang lain menyebutkan bahwa “Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW., yang pembacaannya merupakan suatu ibadah.”[4] Menurut Ramli Abdul Wahid dalam (Hasan Zaini dan Radhiatul Hasnah) berpendapat bahwa “ Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk menjadi pedoman bagi hidup manusia”.[5]
Menurut Abd Al-Hayy Al-Farmawi mengatakan bahwa:
Al-Quran itu firman yang memisahkan antara kebenaran dan kebatilan, bukan kata-kata senda gurau. Barang siapa yang meninggalkan al-Quran akan binasa, dan barang siapa yang mencari petunjuk selain darinya akan sesat, al-quran adalah tali (agama) Allah yang kokoh, kuat, penuh hikmah dan jalan yang lurus.[6]

Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berisikan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., dalam bahasa Arab yang tertulis dalam mushaf  yang bacaannya terhitung sebagai ibadah, yang diriwayatkan secara mutawatir yang dimulai dengan Surah Al-Fatihah, dan diakhiri dengan Surah An-Naas serta menjadi pedoman bagi hidup manusia.
Menurut  Muhammad Quraish Shihab Al-Quran bertujuan antara lain:
1.    Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta memantapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan umat manusia.
2.    Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
3.    Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan duia dan akhirat, natural dan supranatural, kesatuan ilmu, iman dan rasio, kesatuan kebenaran, kesatuan kepribadian manusia, kesatuan kemerdekaan dan determinisme, kesatuan sosial, politik, dan ekonomi dan semuanya berada dalam dibawah satu keesaan yaitu Keesaan Allah SWT.
4.    Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan mufakat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan.
5.    Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit, dan penderitaan hidup, serta pemerasan manusia atas manusia, dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan juga agama.
6.    Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang, dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat manusia.
7.    Untuk memberi jalan tenggah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan falsafah kolektif dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat manusia.
8.    Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia dengan panduan dan paduan Nur Ilahi.[7]

Dari Uraian diatas dapat dipahami bahwa Al-Quran mempunyai tujuan yang terpadu yang menyeluruh. Al-Quran adalah petunjuk Allah yang bila dipelajari  akan membantu kita menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan berbagai macam problem hidup.
Menurut Gufron A Mas’adi mengatakan bahwa:
Manusia diciptakan Allah SWT., sebagai makhluk sosial yang mana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan bagi mereka untuk saling tolong menolong antar sesama umat manusia, tidak jarang dalam memenuhi kehidupan pribadi, seseorang adakalanya tidak  mampu untuk memenuhinya sendiri, sehingga memerlukan orang lain.[8]

Sedangkan Menurut Sohari ddk mengatakan bahwa:
Pertolongan yang diberikan seorang mukmin kepada saudaranya, pada hakikatnya menolong dirinya sendiri. Hal ini karena Allah SWT., pun akan menolongnya, baik di dunia maupun di akhirat selama hamba-Nya, diri sendiri dari berbagai kesusahan dunia dan akhirat. Mereka yang suka menolong orang lain dijanjikan akan mendapatkan penggantinya sesuai perbuatannya, baik di dunia maupun di akhirat.[9]

Tolong menolong telah menjadi sebuah keharusan, karena apapun yang kita kerjakan tentu membutuhkan pertolongan dari orang lain. Maka antara mukmin yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat antara sebagian dengan yang lainnya. Begitu juga dengan ta’awun, tolong menolong adalah “Suatu sistem yang benar-benar memperindah Islam.”[10] Manusia satu dengan yang lainnya pastilah saling membutuhkan. tidak ada seorang manusia pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa manusia sebagai makhluk sosial, sangat membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan orangkaya sekalipun juga membutuhkan bantuan  orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai seorang hamba diwajibkan  bagi kita untuk saling tolong menolong antar sesama umat manusia karena seseorang adakalanya tidak  mampu untuk memenuhinya sendiri, sehingga memerlukan orang lain. Jika seseorang menbantu meringankan atau melonggarkan kesusahan saudaranya berarti dia telah menolong dirinya sendiri dan orang yang gemar menolong orang lain, Allah SWT., juga akan menolongnya dari kesusahan di dunia dan di akhirat.

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini yaitu untuk memenuhi persyaratan salah satu mata kuliah tafsir ayat tarbawi konseling.

D.      Kegunaan Penulisan
1.    Kegunaan Teoritis
Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi penulis dan pembaca dalam memahami konsep ta’awun dalam Al-Quran.
2.    Kegunaan Praktis
Penulisan laporan ini diharapkan   dapat memberikan keterampilan dan pengetahuan  bagi penulis dalam memahami konsep Ta’awun dalam Al-Quran.                                               

E.       Definisi Tema
Ta’awun berasal dari bahasa Arab yaitu “Ta’awana, Yata’aawuna, Ta’awuna, yang artinya tolong-menolong, gotong-royong, bantu-membantu dengan sesama manusia.”[11] Sedangkan menurut istilah, pengertian ta’awun adalah “Sifat tolong menolong diantara sesama manusia dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam ajaran Islam, tolong menolong merupakan kewajiban setiap muslim.”[12] Sudah semestinya konsep tolong menolong ini dikemas sesuai dengan syariat Islam, dalam artian tolong menolong hanya diperbolehkan dalam kebaikan dan takwa, dan tidak diperbolehkan tolong menolong dalam hal dosa atau permusuhan.
Menurut  Mushthafa Al Ghalayaini  mengatakan bahwa:
Tolong menolong adalah termasuk  persoalan-persoalan yang penting  dilaksanakan oleh seluruh umat manusia secara bergantian, sebab tidak mungkin seseorang itu hidup sendiri-sendiri tanpa menggunakan cara pertukaran kepentingan dan kemanfaatan. Antara sesorang dengan yang lain tentu saling hajat-menghajatkan, butuh-membutuhkan dan dari situlah timbul kesadaran untuk saling bantu-membantu dan tolong-menolong.[13]

Saling tolong menolong juga menyangkut berbagai macam hal, asalkan berupa kebaikan, walaupun yang meminta tolong musuh kita. Sebab, dengan saling tolong menolong akan memudahkan pekerjaan, mempercepat terealisasinya kebaikan, menampakan persatuan dan kesatuan. “Tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan adalah salah satu kewajiban umat muslim artinya, seandainya kita harus menolong orang lain, maka harus dipastikan bahwa pertolongan itu menyangkut dengan ketakwaan.”[14]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa tolong menolong (ta’awun) adalah sikap saling bantu-menbantu, tolong-menolong antara seseorang dengan orang lain karena antara seseorang dengan yang lain saling hajat-menghajatkan, butuh-membutuhkan dan dari situlah timbul kesadaran untuk saling bantu-membantu dan tolong-menolong yang menyangkut berbagai macam hal, asalkan berupa kebaikan walaupun yang meminta tolong musuh kita. Adanya tolong-menolong akan memudahkan pekerjaan dan terealisasinya kebaikan  serta terciptanya kesatuan dan persatuan antara sesama umat muslim.
























BAB II
PEMBAHASAN

A.      Daftar Ayat yang Berkaitan dengan Ta’awun ( Tolong-Menolong)
1.    Tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa
Firman Allah QS. Al-Maidah Ayat 2
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (
¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.


2.    Memberikan sebagian harta yang dicintai
QS. Ali-Imran ayat 92
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$#
 ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ ÇÒËÈ  
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan ( yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah akan mengetahui.

3.    Menafkah harta
QS. Saba’ ayat 39
ö@è% ¨bÎ) În1u äÝÝ¡ö6tƒ s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o ô`ÏB ¾ÍnÏŠ$t7Ïã âÏø)tƒur ¼çms9 4 !$tBur OçFø)xÿRr&
`ÏiB &äóÓx« uqßgsù ¼çmàÿÎ=øƒä ( uqèdur çŽöyz šúüÏ%꧍9$# ÇÌÒÈ  
Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya).” Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.


B.       Ayat Pertama QS. Al-Maidah ayat 2 Tentang Tolong Menolong Dalam Kebaikan dan Takwa
1.    Pendapat Mufasir Tentang QS. Al-Maidah Ayat 2
a.    Menurut  M. Quraish Shihab
Menurut M. Quraish Shihab Tafsiran QS. Al-maidah ayat 2 yaitu:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan, yakni segala bentuk dan macam hala yang membawa kepada kemaslahatan duniawi dan ukhrawi dan demikian juga tolong menolong dalam ketakwaan, yakni segala upaya yang dapat menghindarkan  bencana duniawi dan atau ukhrawi, walaupun dengan orang-orang yang tidak seiman dengan kamu, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwa Allah,sesungguhnya Allah amatlah berat siksanya [15]
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa jika dianjurkan untuk tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan tolong menolong dalam ketaqwaan serta laranganan untuk tidak tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

b.    Menurut Abdul Halim Hasan
Menurut Abdul Halim Hasan Tafsiran QS. Al-maidah ayat 2 yaitu: “Dan bertolong-tolonganlah kamu pada kebaikan dan takwa dan janganlah kamu bertolong-tolongan pada dosa dan permusuhan, adalah kebalikan dari berbuat aniaya. Setelah dilarang menganiaya, diperintahkan untuk melakukan birr( kebaikan)”. Menurut ibnu athiyah, birr itu berarti “segala kebaikan”, yang adakalanya berhubungan dengan perbuatan wajib maupun perbuatan sunnah,  sedangkan arti takwa hanya pekerjaan kebaikan yang wajib saja. Sedangkan menurut mawardi  birr itu berarti “ keridhaan orang banyak ”,  sedangkan takwa  berarti “keridhaan allah.”[16]
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa tolong menolonglah kamu dalam menyenangkan hati orang banyak dan meridhakan Allah. Jika manusia tolong-menolong dalam hal tersebut maka sempurnalah kebahagiaannya.

c.    Menurut Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Menurut lajnah pentashihan mushaf al-Qur’an tafsiran QS. Almaidah ayat 2 yaitu ayat ini bisa dipahami bahwa:
Tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan adalah salah satu kewajiban umat muslim”. artinya, seandainya kita harus menolong orang lain, maka harus dipastikan bahwa pertolongan itu menyangkut dengan ketakwaan. Saling tolong menolong juga menyangkut berbagai macam hal, asalkan berupa kebaikan, walaupun yang meminta tolong musuh kita. Sebab, dengan saling tolong menolong akan memudahkan pekerjaan, mempercepat terealisasinya kebaikan, menampakan persatuan dan kesatuan.[17]

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa tolong menolong dalam kebaikan dan takwa merupakan kewajiban umat muslim. Tolong menolong menyangkut berbagai macam hal, asalkan berupa kebaikan, walaupun yang meminta pertolongan musuh kita.

d.   Menurut Ahmad Musthafa Al-maraghi
Menurut Ahmad Musthafa Al-maraghi tafsiran QS. Al-Maidah ayat 2 yaitu:
Al-birr, berarti melakukan kebaikan seluas-luasnya. at-taqwa, menghindari bahaya yang mengancam seseorang mengenai agama maupun didunianya. al-itsmi, tiap-tiap dosa dan kemaksiatan. Al-udwan, melampui batas-batas syari’at dan adat (‘uruf) dalam soal mu’amalat, dan tidak berlaku adil padanya.[18]

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa tolong menolong dalam kebaikan dan takwa bearti melakukan kebaikan seluas-luasnya serta menghindari bahaya yang mengancam seseorang mengenai agama maupun didunianya.
e.    Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy tafsiran QS. Al-maidah ayat 2 yaitu:
Saling membantu dalam kebaktian yaitu segala macam kebajikan yang dituntut syara’ dan mampu menumbuhkan ketenangan hati. Janganlah membantu dalam perbuatan berdosa, yaitu yang membawa durhaka kepada Allah, sebagaimana kamu jangan bertolong-tolonglah dalam permusuhan. Al-Qur’an menyuruh kita saling memberikan pertolongan dalam segala sesuatu yang memberi manfaat kepada umat, baik mengenai dunia maupun mengenai akhirat. [19]

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa manusia diperintahkan untuk saling memberikan pertolongan dalam segala sesuatu yang memberikan manfaat kepada umat dalam segala macam kebajikan yang dituntut syara’ dan mampu menumbuhkan ketenangan hati.

2.    Hadis Pendukung QS. Al-maidah Ayat 2
ءن ابي هر ير ة ر ضي ا لله ءنه قا ل : قا ل ر سو ل ا لله صلي ا لله ءله و سلم : من نفس ءن مسلم كر بة من كر ب ا لد نيا نفس ا لله ءنه كر بة من كر ب يو م ا لقيا مة و من يسر ءاي معسر يسر يسر ا لله عليه في ال نيا و ا لا خر ة و ا لا خر ة و من ستر مسلما ستر ه ا لله في ا لد نيا و ا لا خر ة و ا لله في ءو ن ا لعبد في ءو ن ا لله (ا خر مسلم )
Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “ Barang siapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa memberi kelonggaran kepada seorang yang susah, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan akhirat, dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutup aib dia di dunia dan akhirat. Dan Allah selamanya menolong Hamba-Nya, selama hamba-Nya menolong saudaranya.”[20]
       
Hadist diatas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesama muslim dan dan memberikan pertolongan jika seseoarang mendapatkan kesulitan. Orang muslim yang menbantu atau melonggarkan kesusahan saudaranya seiman berarti telah menolong hamba Allah SWT. yang disukai oleh-Nya dan Allah SWT. pun akan memberikan pertolongannya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik di dunia dan di akhirat.
Orang mukmin pun harus berusaha menutupi aib saudaranya. Ia harus berusaha menjaga rahasia saudaranya. Apalagi jika ia tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang kalau aib atau rahasianya diketahui oleh orang lain. Namun demikian, jika aib tersebut berhubungan dengan kejahatan yang telah dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika hal itu dilakukan, bearti ia telah menolong orang lain dalam hal kejahatan sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman.
Mereka yang suka menolong orang lain dijanjikan akan mendapat penggantinya sesuai perbuatannya, baik didunia maupun di akhirat. Tentu saja dalam memberikan pertolongan kepada orang lain jangan berlebihan. Hal penting dalam melakukan perbuatan yang dianjurkan syara’ seperti menolong atau melonggarkan kesusahan orang lain, adalah tidak mengharapkan pamrih tertentu dari orang yang ditolong, melainkan ikhlas adalah semata-mata didasari rasa iman dan ingin mendapat Ridha-Nya.

3.    Pendapat Pakar BK tentang Ta’awun ( Tolong Menolong)
Tidak semua pertolongan atau bantuan dapat dikatakan sebagai bimbingan karena area yang dapat dikatakan suatu pertolongan dapat dikatakan suatu bimbingan mempunyai sifat-sifat antara lain:
a.    mendirikan pertolongan kepada seseorang yang akan menyeberang jalan raya yang ramai dengan kendaraan.
b.    memberikan pertolongan kepaada seseorang yang sedang memikirkan anaknya dalam melanjutkan pendidikan setelah tamat sekolah lanjutan pertama.
Dari dua contoh diatas dapat disimpulkan bahwa pertolongan yang dikatakan sebagai bimbingan, menurut Bimo Walgito “Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang menuntun”. [21]
Hubungan dalam konseling bukan hubungan biasa,  melainkan sengaja diciptakan oleh konselor dengan maksud membantu memecahkan masalah yang dihadapi klien. “ Dalam menciptakan hubungan dengan baik dengan klien, konselor juga perlu menekankan bahwa hubungan itu bertujuan membantu klien agar keluar dari permasalahannya.”[22] Hal tersebut perlu dilakukan oleh konselor untuk menanamkan kepercayaan kepada klien bahwa konselor adalah orang yang dengan tulus dan ikhlas membantu dirinya.
Konseling pada dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping realitionship.Helping relationship adalah hubungan manusia antara anada sebagai konselor dengan helper dan klien anda, baik conection (koneksi/pertalian) tatap muka maupun yang terjadi didalam pikiran masing-masing.”[23] Suatu hubungan helping ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan Bruce Shertzer dan Shally C. Stone sebagaimana dikutip oleh Andi Mappiare, adapun ciri-ciri hubungan helping adalah:
a.          Hubungan helping penuh makna, bermanfaat.
b.         Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping.
c.          Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping.
d.        Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang terlibat.
e.         Saling hubungan terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan atau perawatan dari orang lain.
f.          Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
g.         Struktur hubungan helping adalah jelas atau gamblang.
h.         Upaya-upaya yang bersifat kerja sama (Collaborative) menandai helping.
i.           Orang- orang dalam helping ( helper) dapat dengan mudah ditemui atau didekati (approachable) dan terjamin ajeg secara pribadi.
j.           Perubahan merupakan tujuan hubungan helping.[24] 

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa antara hubungan  konselor dengan klien mengandung unsur-unsur pemberian bantuan. Dalam hubungan tersebut konselor menbantu klien untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dialaminya.

4.    Pendapat Penulis
Dalam QS. Al-maidah ayat 2, Allah menuntun manusia agar selalu  tolong-menolong (ta’awun) antar sesamanya dalam kebaikan dan didasari atas nilai takwa kepada Allah SWT.  Hal ini merupakan suatu prinsip yang harus dipegangi manusia dalam menjalani kehidupannya diatas permukaan bumi ini. Adanya saling tolong menolong bearti manusia telah menjalankan satu fitrah dasar yang diberikan Allah. Karena manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Allah melarang umatnya untuk tolong menolong dalam berbuat kejahatan dan kemungkaran.
Adapun kaitan antara ta’awun dengan Bimbingan dan konseling yaitu sama-sama adanya proses membantu atau memberikan pertolongan kepada individu. Bimbingan yang diberikan agar klien terhindar dan mampu mengatasi berbagai persoalan atau kesulitan yang dihadapi oleh klien dalam kehidupannya.

C.      Ayat ke 2 QS. Ali-Imran ayat 92 Tentang Memberikan Sebagian Harta yang Dicintai
1.    Pendapat Mufasir tentang QS. Ali-Imran ayat 92
a.    Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Menurut Teungku Muhammad Hasbi as h-Shiddieqy tafsiran QS. Ali-Imran yaitu:
Tidak sekali-kali kamu akan memperoleh kebajikan dan menjadi oarang yang diridhai oleh Allah, mendapatkan limpahan rahmat  dari nikmat, serta masuk surga terlepas dari azab, sebelum kamu membelanjakan sebagian dari harta yang kamu cintai. apa saja yang kamu belanjakan dari hartamu dijalan Allah, baik atau pun buruk, Allah akan memberikan pembelasan sesuai dengan apa yang kamu niatkan.[25]

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa seseorang tidak akan mendapatkan limpahan rahmat, nikmat dan menjadi orang yang diridhai oleh Allah SWT sebelum ia membelanjakan sebagian harta yang ia cintai.

b.    Menurut M. Quraish Shihab
Menurut M.Quraish Shihab tafsiran QS. Ali-Imran ayat 92 yaitu:
Bahwa yang dinafkah  hendaknya harta yang disukai karena kamu sekali-kali tidak meraih kebajikan ( yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan  dengan cara yang baik dan tujuan serta motivasi yang benar sebagian dari apa, yakni harta benda yang kamu sukai.  jangan khawatir merugi atau menyesal dengan pemberianmu yang tulus karena apa saja yang kamu nafkahkan, baik itu dari yang kamu sukai maupun yang tidak kamu sukai, maka sesungguhnya tentang segala sesuatu menyangkut hal itu Allah maha mengetahui, dan Dia yang akan memberi ganjaran untuk kamu, baik didunia maupun diakhirat kelak.[26]

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa hendaklah kita menafkahkan harta yang disukai agar memperoleh kebajikan yang sempurna dan janganlah khawatir atau menyesal terhadap harta yang telah kita nafkahkan tersebut.



c.    Menurut Mahmud Yunus
Menurut Mahmud Yunus Tafsiran QS. Ali-Imran ayat 92 yaitu:
Dalam ayat ini diterangkan bahwa agam Islam sangat mementingkan amalan sosial, yang dinamai ihsan, artinya berbuat kebaikan kepada orang lain. Seorang muslim tidak akan mendapatkan kebaikan, kecuali jika ia mengorbankan sebagian hartanya untuk amalan sosial, seperti untuk fakir miskin, anak-anak yatim, rumah, sekolah, masjid, terutama untuk perjuangan dan menyiarkan agama Islam.[27]

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa sebagai seorang muslim yamg memeluk yang beragama Islam sebaiknya dianjurkan mementingkan hubungan sosial yaitu dengan berbuat baik kepada orang lain agar kita memperoleh kebaikan, Seperti mengorbankan sebagian harta untuk amalan sosial seperti untuk fakir miskin, sekolah, masjid, terutama memperjuangankan dan menyiarkan agama Islam.

d.   Menurut Lajnah Pentashihan Mushaf Al-qur’an
Kata Al –birr dimaknai berbuat baik. pelakunya disebut sebagai orang yang suka berbuat baik.    Menurut M. Quraish Shihab, kata ini pada mulanya bearti “ keluasan dalam kebajikan”, dan dari akar kata al-barr  karena luasnya. kebajikan mencakup segala bidang, termasuk keyakinan yang benar, niat yang tulus, kegiatan badaniyah termasuk menginfakkan harta dijalan Allah. Kata Al-birr dalam bahasa indonesia lebih sering di artikan dengan “kebajikan”, Menurut Poerwadarminta dimaknai dengan “sesuatu yang mendatangkan kebaikan.”[28] Jika demikian seseorang yang ingin mencapai kebajikan seharusnya ia mendatangkan kebaikan, artinya  harta atau apapun yang diinfakkan seharusnya memiliki faedah dan manfaat bagi sipenerima.

Dari pendapat diatas dapat dipahami sebagai seorang muslim jika hendak mencapai kebajikan maka ia harus mendatangkan kebaikan dan suka berbuat baik kepada orang lain.  Tidak hanya menafkahkan harta dijalan Allah SWT., tapi termasuk segala bidang yang dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan  bagi orang lain.

e.    Menurut Wahbah az-Zuhaili
Menurut Wahbah az-Zuhaili Tafsiran QS. Ali-Imran Ayat 92 yaitu:
Sekali-kali kalian tidak akan mencapai pahala kebaikan , yaitu surga dan sekali-kali kalian tidak akan dikategorikan sebagai orang-orang baik yang berhak mendapatkan ridha, karunia dan rahmat Allah SWT serta terjauhkan dari siksa-Nya sebelum kalian menyedekahkan dari sebagian harta yang paling kalian  cintai, yaitu harta-harta yang berharga bagi kalian. Apa saja yang kalian sedekahkan, baik itu berupa harta yang baik dan berharga atau harta yang bernilai rendah, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya dan akan membalasnya. Keikhlasan atau sikap riya’ didalam beramal tidak sedikit pun samar bagi-Nya. [29]

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa jika seorang muslim ingin mencapai pahala kebaikan dan ingin masuk ke surga, mendapatkan rahmat dan karunia Allah SWT.,  serta terjauh dari siksanya maka kita harus menafkahkan sebagian harta yang kita cintai kepada orang lain. Karena apa saja yang kita sedekahkan akan dibalas oleh Allah SWT., baik harta yang bernilai rendah maupun harta yang bernilai tinggi.



2.    Hadis Pendukung QS. Ali-Imran Ayat 92

حد يث ابي هريرة ر ضي الله عنه قل: اتى ر سو ل الله صل الله ءليه و سلم رجل
 فقل ي رسو الله اي الصد قة اعظم فقل ان تصد ق و ا نت صحيح شحيح  تخش ا
 لفقر و ت مل الخنى ول تمهل حتى اذا بلخت الحلقو م قلت لفل ن كذا و لفل ن كذا
 ال و قد كن لفل ن
Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia  telah berkata: “Ada seseorang laki-laki datang menghadap Rasulullah ‘alaihi wa salam, lalu berkata: “ Wahai Rasulullah, apakah sedekah yang paling utama? “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Engkau bersedekah ketika masih sehat dan harta tersebut masih engkau sayangi , ketika engakau khawatir menjadi kafir dan bercita-cita untuk menjadi kaya. Janganlah engkau tangguhkan sedekah itu hingga roh sampai di hulkum (tenggorokan). Dalam keadaan seperti itu barulah engkau berkata: “Berikanlah kepada si Pulan ini dan si Pulan itu. Padahal sudah selayaknya kalau hal tersebut menjadi hak si Pulan.” [30]
       
        Hadis di atas menerangkan bahwa tentang sedekah ( memberikan harta) ketika masih sehat dan masih menyukai dan mencintaikan harta atau barang yang diberikan kepada orang lain. Tidak selayaknya bagi seorang muslim memberikan sesuatu harta yang dia sendiri tidak menyukainya. Dan tidak layak memberikan harta ketika ajal sudah menjelang, padahal sebelumnya enggan untuk bersedekah.

3.    Pendapat Pakar tentang Memberikan Sebagian Harta yang Dicintai
Menurut Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di  menerangkan bahwa:
Anjuran dari Allah SWT.,  kepada para hamba-Nya untuk berinfak di berbagai jalan kebaikan. Allah SWT., menyatakan kalian tidak akan meraih al-birr yaitu setiap kebaikan berupa berbagai ketaatan dan ganjaran yang mengantarkan pelakunya ke dalam surga. Hingga kalian menginfakkan apa yang kalian cintai, yaitu harta-harta kalian yang berharga, yang disenangi oleh jiwa-jiwa kalian. Jika kalian lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah dari pada kecintaan kepada harta, lalu kalian mengeluarkannya dengan tujuan menggapai keridhaan-Nya, hal itu menunjukkan keimanan yang jujur, ketaatan hati, dan juga kebenaran takwa kalian.  Termasuk dalam hal ini adalah menginfakkan harta yang bernilai, berinfak dalam keadaan orang yang berinfak tersebut membutuhkan apa yang diinfakkannya, dan berinfak dalam keadaan sehat. Seorang hamba dinilai ketaatannya berdasarkan harta yang disenanginya yang dia infakkan, dan semakin berkurang pula ketaatannya jika infaknya semakin berkurang.[31]

        Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa  seorang muslim tidak akan memperoleh kebaikan dan ganjaran berupa surga sebelum kalian menginfakkan apa yang kalian cintai, yaitu harta-harta kalian yang berharga, yang disenangi oleh jiwa-jiwa kalian. Janganlah memberikan sesuatu yang tidak kita senangi kepada orang lain karena Allah akan menilai ketaatan seorang hamba berdasarkan harta yang disenangi yang diberikan kepada orang lain. Jadi infakkanlah harta yang kita cintai dan sukai kepada orang lain agar memperoleh kebaikan dan ganjaran surga.

4.    Pendapat Penulis
Seorang Muslim hendaklah selalu memberikan sebagaian harta yang kita cintai kepada orang lain agar mendapatkan limpahan rahmat dan nikmat serta menjadi orang yang diridhai oleh Allah SWT. Harta yang kita berikan kepada orang lain adalah harta yang kita cintai maksudnya agar harta yang kita berikan mendatangkan manfaaat, faedah dan kebaikan bagi orang lain.
Janganlah kita khawatir dan menyesal terhadap apa yang telah kita berikan kepada orang lain karena apa saja yang kita nafkahkan kepada orang lain akan dibalas dengan balasan yang lebih baik. Jika seorang muslim ingin mencapai pahala kebaikan dan ingin masuk ke surga, mendapatkan rahmat dan karunia Allah SWT.,  serta terjauh dari siksanya maka kita harus menafkahkan sebagian harta yang kita cintai kepada orang lain. Karena apa saja yang kita sedekahkan akan dibalas oleh Allah SWT., baik harta yang bernilai rendah maupun harta yang bernilai tinggi.
Seorang muslim jika hendak mencapai kebajikan maka ia harus mendatangkan kebaikan dan suka berbuat baik kepada orang lain. Menafkahkan harta yang kita cintai di jalan Allah SWT., yang dapat mendapatkan manfaat bagi orang lain seperti memberikan sebagian harta yang kita cintai kepada fakir miskin, anak yatim, sekolah, masjid dan terutama untuk memperjuangankan dan menyiarkan agama Islam.

D.      Ayat ke 3 QS. Saba’ Ayat 39 Tentang Menafkahkan Harta
1.    Pendapat Mufasir QS. Saba’ Ayat 39
a.    Menurut Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman Al Syaikh
Kapan  saja kamu menafkahkan sesuatu yang diperintahkan dan diperbolehkan kepada kalian, maka dia pasti akan memberi gantinya untuk kalian di dunia. sedangkan di akhirat, digantikan dengan balasan dan pahala. Sutfyan ats-Tsauri berkata, bahwa abu yunus al-Hasan bin Yazid berkata, “dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan mengantinya”. Jika seorang kalian memiliki sesuatu yang dapat mendukung (mencukupi) kehidupannya, maka hendaklah berhemat dalam nafkahkan, karena rizki itu telah ditentukan pembagiaanya.”[32]  
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa Apa saja yang kita nafkahkan dijalan Allah maka akan diganti dengan yang lebih baik di dunia sedangkan diakhiratkan akan dibalas dengan pahala.


b.    Menurut Aidh al-Qarni
Menurut Aidh al-Qarni tafsiran QS. Saba’ ayat 39 yaitu “Semua harta dan bantuan yang telah kalian berikan dijalan Allah akan diganti oleh-Nya berupa tambahan rezki kalian didunia dan pahala yang besar diakhirat. Allah SWT. adalah sebaik-baik pemberi rezki.” [33] Pemberian Allah meliputi semuanya, baik orang yang saleh maupun yang jahat. Allah tidak mengharapkan manfaat dari pemberian karunia-Nya. Hendaklah kalian meminta rezki kepada Allah Yang Maha Esa dan hendaklah kalian berusaha mencari reski dengan cara yang halal.
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa seseorang akan mendapatkan riski didunia  dan pahala yang besar dia akhirat jika ia menafkahkan dan memberikan bantuan keapada orang lain dijalan Allah SWT., dan Allah SWT., adalah sebaik-baik pemberi rezki. Hendaklah meminta rezki kepada Allah SWT.,karena pemberian Allah meliputi semuanya baik orang yang saleh maupun orang yang jahat dan gunakan cara yang halal untuk mendapatkan rezki.

c.    Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi
Menurut Ahmad Mustafa Al-Maragi tafsiran QS. Saba ayat 39 yaitu “Dan apa yang kamu belanjakan sesuai dengan apa yang diperintahkan Tuhanmu kepada kami, dan sesuai dengan apa yang dibolehkan kepadamu. Maka, Dia akan menggantikan padamu dengan sesuatu ganti di dunia berupa harta dan diakhirat berupa pahala. Setiap yang telah berlalu ada gantinya yang lain”.[34]
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa semua harta yang kita nafkahkan, bila harta sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT.,  maka akan mendapatkan balasan dari Allah SWT., karena setiap yang berlalu akan ada gantinya berupa harta di dunia dan pahala di akhirat.

d.   M. Quraish Shihab
Menurut M. Quraish Shihab Tafsiran QS. Saba’ ayat 39 yaitu:
Allah mengatur dan menetapkan perolehan rezeki semata-mata karena kebijaksanaan-Nya dan karena itu kamu tidak perlu risau menyangkut perolehan rezeki tidak juga bersifat kikir dalam menafkahkannya karena barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Dia yang Mahakuasa akan menggantikanya di dunia atau di akhirat, pengganti yang serupa atau lebih baik darinya. Itu pun dasar kehendak-Nya. Dia-lah yang Mahakaya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.[35]

Dari pendapat diatas   dapat dipahami bahwa seorang muslim tidak bolek khawatir terhadap perolehan rezeki dan tidak boleh memiliki sifat kikir dalam menafkahkan harta karena apa yang kita nafkahkan akan diganti oleh Allah SWT., dengan sesuatu yang lain baik di dunia maupun di akhirat dengan ganti yang lebih baik dari harta yang dinafkahkan tersebut.
Karena Allah SWT., sebaik-baik pemberi rezeki serta Allah SWT., mengatur dan menetapkan rezeki semata-mata kebijaksanaannya.

e.    Menurut Kementerian Agama RI Al-Quran dan Terjemahannya.
Menurut Menurut Kementerian Agama RI Al-Quran dan Terjemahannya. Tafsiran QS. Saba’ ayat 39 yaitu:
Katakan, hai nabi “ Sesungguhnya tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hambanya yang menyempitkannya kepada semua yang dikehendakinya.” Dan barang siapa saja dari hartamu yang kamu nafkahkan untuk mencari keridaan Allah dan ketaatan kepada-Nya maka Allah akan akan menggantikannya didunia dengan ganti harta dan di akhirat dengan pahala yang banyak yang dia lah pemberi rezeki yang sebai-baiknya.

Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa Allah SWT.,  akan melapangkan dan meyempitkan harta bagi siapa yang dikehendakinya. Harta yang kita nafkahkan untuk mencari keridhaan Allah SWT., dam ketaatan kepada-Nya maka Allah SWT., maka Allah SWT., akan menggantikannya di dunia berupa harta dengan di akhirat berupa pahala karena Allah SWT., adalah sebaik-baik pemberi rezeki.

2.    Hadis Pendukung QS. Saba’ Ayat 39
ءن ا بن ءمر ر ضي ا لله ءنهما ا ن ر سو ل ا لله صلي ا لله ءليه و سلم قا ل: ا لمسلم ا خو ا لمسلم لا يظلمه و لا يسلمله من كا ن في حا جة ا خة ا خيه كا ن ا لله في حا خته و من فر ج ءن مسلم كر بة فر ج ا لله ءنه بها ر بة من كر ب يو م  القيا مة و
من ستر مسلما ستر ه ا لله يو م القيا مة متفق ءليه
“Dari Ibnu Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW, bersabda, seorang muslim adalah saudaranya muslim ( yang lain), dia tidak menganiaya dan menyerahkan saudaranya. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya Allah memenuhi kebutuhannya. Barang siapa melepaskan dari seorang muslim niscaya Allah menutup aibnya didunia dan diakhirat. ( Muttafaq ‘Alaih).”[36]

Hadis diatas menjelaskan kepada kita bahwa orang Islam itu satu sama lainnya bersaudara. Persaudaraan itu menghendaki tidak saling menganiaya dan tidak membiarkan saudaranya dianiaya oleh orang lain.  Seorang mukmin yang memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah SWT., pun akan memenuhi kebutuhannya. Karena itu apabila kita mendapati seorang muslim menderita kelaparan, kita perlu memberikan makanan agar terlepas dari rasa lapar. Jika kita melihat seorang muslim yang sakit, maka kita perlu memanggil dokter untuk mengobatinya. Jika kita menutup aib saudara kita maka Allah SWT., akan menutupi  kejelekan kita di akhirat.

3.    Pendapat Pakar tentang Menafkahkan Harta
Menurut Ath-Thabrani seperti dikutip oleh Yusuf Saefullah dalam ( Sohari dkk) mengatakan bahwa “Amal yang paling utama ialah memberikan kebahagiaan kepada orang Mu’min, seperti memberikan pakaian untuk menutupi auratnya, menghilangkan rasa laparnya atau memberikan apa yang dibutuhkan.”[37]

4.    Pendapat Penulis
Seorang muslim hendaklah kita mementingkan amalan sosial dengan berbuat baik kepada orang lain dengan memberikan sebagian harta yang kita miliki , seperti untuk fakir miskin, anak-anak yatim, sekolah, mesjid, terutama untuk perjuangan dan menyiarkan agama Islam.  Agar orang lain mendapatkan manfaat dengan harta yang kita berikan.
Semua harta yang kita nafkahkan, bila harta tersebut sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT.,  maka akan mendapatkan balasan dari Allah SWT., karena setiap yang berlalu akan ada gantinya berupa harta di dunia dan pahala di akhirat.
Seorang muslim tidak boleh khawatir terhadap perolehan rezeki dan tidak boleh memiliki sifat kikir dalam menafkahkan harta karena apa yang kita nafkahkan akan diganti oleh Allah SWT., dengan sesuatu yang lain baik di dunia maupun di akhirat dengan ganti yang lebih baik dari harta yang dinafkahkan tersebut. Karena Allah SWT., sebaik-baik pemberi rezeki serta Allah SWT., mengatur dan menetapkan rezeki semata-mata kebijaksanaannya.
Allah SWT., akan melapangkan dan meyempitkan harta bagi siapa yang dikehendakinya. Harta yang kita nafkahkan untuk mencari keridhaan Allah SWT., dan ketaatan kepada-Nya maka Allah SWT., maka Allah SWT., akan menggantikannya di dunia berupa harta dengan di akhirat berupa pahala karena Allah SWT., adalah sebaik-baik pemberi rezeki.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Seorang mukmin hendaknya menanamkan rasa saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam ketakwaan, terkandung ridha Allah. Sementara saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai. Barang siapa memadukan antara ridha Allah dan ridha manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah melimpah.
Dalam firman Allah Q.S Al-Maidah Ayat 2 dijelaskan bahwa Tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan adalah salah satu kewajiban umat muslim”. artinya, seandainya kita harus menolong orang lain, maka harus dipastikan bahwa pertolongan itu menyangkut dengan ketakwaan. Saling tolong menolong juga menyangkut berbagai macam hal, asalkan berupa kebaikan, walaupun yang meminta tolong musuh kita. Sebab, dengan saling tolong menolong akan memudahkan pekerjaan, mempercepat terealisasinya kebaikan, menampakan persatuan dan kesatuan.
Dalam firman Allah Q.S Ali-imran Ayat 92 dijelaskan bahwa yang dinafkah  hendaknya harta yang disukai karena kamu sekali-kali tidak meraih kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan  dengan cara yang baik dan tujuan serta motivasi yang benar sebagian dari apa, yakni harta benda yang kamu sukai.  jangan khawatir merugi atau menyesal dengan pemberianmu yang tulus karena apa saja yang kamu nafkahkan, baik itu dari yang kamu sukai maupun yang tidak kamu sukai, maka sesungguhnya tentang segala sesuatu menyangkut hal itu Allah maha mengetahui, dan Dia yang akan memberi ganjaran untuk kamu, baik didunia maupun diakhirat kelak.
Dalam firman Allah Q.S Saba’ ayat 39 dijelaskan bahwa Semua harta dan bantuan yang telah kalian berikan dijalan Allah akan diganti oleh-Nya berupa tambahan rezki kalian didunia dan pahala yang besar diakhirat. Allah SWT., adalah sebaik-baik pemberi rezki.
B.       Saran
Seorang mukmin hendaknya menanamkan rasa saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan ketakwaan kepada-Nya. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena sempurna itu hanya milik Allah. Maka dari itu penulis meminta kritik dan saran dari pembaca. Semoga laporan ini bermanfaat  bagi pembaca pada umumnya dan  meningkatkan keterampilan dan pengetahuan  bagi penulis dalam memahami konsep Ta’awun dalam Al-Quran.


[1] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat ( Bandung: Mizan, 1994), hal. 3
[2] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir (Jakarta : Gema Insani, 2014), Hal 1
[3]Makhmud Syafe’i,  Al-Quran Sebagai Sumber Nilai Islam, (Online), Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195504281988031-Mahkmud_Syafe’i%27I/AL-Quran_Sebagai Sumber_Nilai_Islam _%284_Halaman%29.pdf,  (10 Mei 2016)
[4] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran Penej Mudzakir (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2012) hal. 17
[5]Hasan Zaini dan Radhiatul Hasnah, ‘Ulum Al-Quran ( Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2010), hal. 3
[6] Abd Ah-Hayy Al-Farmasi, Metode Tafsir Mawdhu’iy ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994). hal. 1
[7]Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran . . . , hal 12-13
[8]As. Purwandani,  Studi Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang dengan Jaminan, (Online). Tersedia: http://digilib.uinsby.ac.id/8047/4/bab%201.pdf. (17 Juni 2016)
[9] Sohari dkk,  Hadis Tematik ( Jakarta: Diadit Media, 2006) hal. 207
[10]Siti Afiah, Tolong Menolong Dalam Islam, 2015, (Online), Tersedia: http://gardapena.blogspot.co.id/2015/09/tolong-menolong-dalam-islam.html. (17 Juni 2016)
[11]Iahsolikhah,  Ta’awun dan Israf, 2011, (Online), Tersedia:https://iahsolikhah .wordpress. com  tawun-dan-israf/. (05 April 2016)
[12] Siti Afiah, Tolong Menolong Dalam Islam, 2015, (Online), Tersedia: http://gardapena.blogspot.co.id/2015/09/tolong-menolong-dalam-islam.html. (17 Juni 2016
[13] Mushthafa Al Ghalayini, Bimbingan Menuju Ke Akhlak Luhur ( Semarang: CV Toha Putra, 1976), hal 223
[14] Lajnah Pentashihan Mushaf Al-qur’an, Tafsir Al-qur’an Tematik (Jakarta: Kamil Pustaka,2014), hal.43
[15] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishab: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 13
[16] Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-ahkam (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), hal. 334
[17] Lajnah Pentashihan Mushaf Al-qur’an, Tafsir Al-qur’an Tematik (Jakarta: Kamil Pustaka,2014), hal.43
[18]  Ahmad Musthafa Al-Magribi, Tafssir Al-Magribi ( Semarang: Tohaputra, 1987),  hal 80
[19] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-qur’anul Madjid An-nur Jilid 1 (Jakarta: Cakrawala Publishing), hal.634
[20] Rachmat Syafe’i,  Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum ( Bandung: CV Pustaka Setia), Hal.252
[21]Sutirna, Bimbingan  dan Konseling ( Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2013) hal. 10
[22]Farid Mashudi, Psikologi Konseling (yogyakarta: Ircisod, 2013) hal.59
[23] Richard Nelson, Penej. Helly Prajitno Soetjipto, Pengantar Keterampilan Konseling (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 55
[24] Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 2-3
[25]  Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-qur’anul Madjid An-nur Jilid 1 (Jakarta: Cakrawala Publishing), hal 399-400
[26]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishab: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal 180
[27] Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim ( Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2011 ) hal. 82
[28]Lajnah Pentashihan Mushaf Al-qur’an, Tafsir Al-qur’an Tematik (Jakarta: Kamil Pustaka,2014), hal.168
[29] Wabah Az-Zuhaili, Tafsir Almunir Jilid ( Jakarta: Gema Insani, 2013) hal. 335
[30] Ahmad Mudjad Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alahi Bagian Ibadah (Jakarta: Kencana, 2003) hal. 494-495
[31]Abu Mu’awiyah Askari bin Jamal, Berinfak dengan Harta yang Disukai, 2012, (Online), Tersedia: http://asysyariah.com/berinfak-dengan-harta-yang-disukai/, (17 Juni 2016)
[32] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman Al Syaikh, lubaatut tafsir min Ibni Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7 Penej. M. Abdul Ghoffar ( Jakarta: pusataka imam Asy-Syafi’i, 2008 hal. 381-382
[33]Aidh al-Qarni, at-Tafsir al-Muyassar, Tafsir Muyassar 3, Penej. Tim Qisthi Press, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hal.453
[34] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi  22, Penej, Bahrun Abubakardkk ( Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 1992), hal. 151
[35]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah 10 (Jakarta: Lentera Hari, 2002) hal. 634 
[36] Sohari dkk,  Hadis Tematik ( Jakarta: Diadit Media, 2006) hal. 209
[37] Sohari dkk,  Hadis . . . , hal. 210-211

Tidak ada komentar:

Posting Komentar