Selasa, 03 Mei 2016

Konsep Kesehatan Mental



KONSEP KESEHATAN MENTAL
A.      Pendahuluan
Kesehatan sangat diperlukan oleh seseorang dalam menjalani kehidupan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Keutuhan kepribadian atau kemantapan kepribadian merupakan kerja fungsi-fungsi yang harmonis atau aspek-aspek kejiwaan yang meliputi kehidupan jasmaniah, psikologis dan kehidupan sosial budaya.
Dalam buku-buku kesehatan mental ( mental hygiene) disebutkan, kepribadian yang mantap yaitu kepribadian yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sehat mental. Dalam Bahasa Latin disebutkan, man sana in corpore sano (dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat). Dalam bahasa Arab disebutkan, al-aqlus salim fil jismi salim (akal yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa antara keduanya hendaklah dipertahankan keutuhannya, artinya sehat jasmani dan ruhani atau sehat jiwa dan mental.
Dalam Islam pengembangan kesehatan jiwa terintegrasi dalam pengembangan pribadi pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil sampingan dari kondisi pribadi yang matang secara emosional, intelektual dan sosial, serta terutama matang pula ketuhanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian dalam Islam dinyatakan betapa pentingnya pengembangan pribadi-pribadi meraih kualitas “insan paripurna”, yang otaknya sarat dengan ilmu yang bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa kepada Tuhan.
Kesehatan mental secara relatif sangat dekat dengan integritas jasmaniah-ruhaniah yang ideal. Kehidupan psikisnya stabil, tidak banyak memendam konflik internal, suasana hatinya tenang imbang, dan jasmaninya selalu sehat.[1]  Untuk itu pada kesemapatan ini pemakalah membahas tentang konsep dasar kesehatan mental.
B.       Konsep Kesehatan Mental
1.    Pengertian Kesehatan Mental
Dalam litelatur psikologi, ditemukan beberapa pengertian tentang kesehatan mental. Menurut E.Cutts dan Nicholas Mosely,  “kesehatan mental merupakan abilitas untuk menyesuaikan diri dengan memuaskan kepada tekanan-tekanan lingkungan sekitar, kita menemukan dalam hidup dan kesehatan mental sebagai cara-cara kita untuk melaksanakan penyesuaian diri.”[2]
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gegala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup. Atau terwujudnya keharmonisan yang sungguh antara fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yamg biasa terjadi.[3]
Mustafa Fahmi, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Mahmud menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental: pertama, pola negatif ( salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala neurosis (al amradh al asbabiyah) dan psikosis ( al amrah al zihaniyah). Kedua pola positif ( ijabiy), bahwa kesehatan mental adaalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Hanna Jumhana Bastaman  dalam ( Kasmuri dan Dasril) menyebutkan “ empat pola yang ada dalam kesehatan mental yaitu pola symtomatis, pola penyesuaian, pola pengembangan potensi dan pola agama.”[4]
Menurut Zakiah Daradjat  dalam ( Abdul Mujib ) secara lengkap mendefinisikan  kesehatan mental dengan “ terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan  dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan  dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna  dan berbahagia didunia dan diakhirat.[5]
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari  gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa  dalam hidup.[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan, terciptanya penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan serta memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup.
2.        Kriteria Mental yang Sehat Menurut Islam
Menurut Muhammad Mahmud terdapat sembilan tanda-tanda kesehatan mental yaitu:
a.         Kemapanan ( al-sakinah), ketenangan (al-thuma’ninah), rileks batin dalam menjalankan kewajiban.
b.         Memadahi (alkifayah) dalam beraktifitas.
c.         Menerima keberadaan dirinya dan memelihara diri.
d.        Kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik keluarga, sosial dan agama.
e.         Adanya kemampuan menjaga dan memelihara diri
f.          Kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat.
g.         Kemampuan menbentuk hubungan sosial yang dilandasi rasa percaya.
h.         Memiliki keinginan yang realistik sehingga dapat diraih.
i.           Adanya kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan dalam mensikapi dan menerima nikmat yang diperoleh.
Sementara itu Menurut lembaga kesehatan dunia (WHO) kriteria mental yang sehat antara lain:
a.         Dapat menyesuaikan diri secara kontruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk.
b.         Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payahnya.
c.         Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
d.        Secara relatif bebas dari stress, cemas dan depresi.
e.         Berhubungan denga orang lain serta tolong menolong dan memuaskan.
f.          Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran dikemudian hari.
g.         Fokus pada penyelesaian dengan kreatif dan kontruktif
h.         Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
Sementara itu menurut pendapat Hamdan Bakry Adz-Dzaky Sebagai mana yang dikutip oleh Kasmuri dan Dasril ada lima indikasi terdapat pada orang/hamba yang memiliki mental yang sehat yaitu:
a.         Tersingkapnya Kesempurnaan Jiwa
Apabila seorang hamba Allah berhasil melakukan pendidikan dan penyehatan, pengembangan dan pemberdayaan jiwa, maka ia akan dapat mencapai tingkat kejiwaan (mental) yang sempurna, yaitu integritasnya jiwa mutmainnah (yang tentram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai) dan jiwa yang mardiyyah (diridhai).
b.         Tersingkapnya Kecerdasan Uluhiyah
Kecerdasan Uluhiyah ialah keampuan fitrah seorang hamba yang shalih untuk untuk melakuka interaksi vertikal dengan Tuhannya, kemampuan menaati segala apa-apa yang telah diperintahkan, menjauhkan diri dari apa-apa yang telah dilarang dan dimurkaiNya serta tabah terhadap ujian dan cobaannya.
c.         Tersingkapnya Kecerdasan Rububiyah
Kecerdasan Rububiyah adalah kemampuan fitrah seseorang hamba yang salih dalam hal ini antara lain:
1)        Memelihara dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan kehidupannya baik di bumi maupun di langit atau dunia hingga akhirat.
2)        Mendidik dan mengajar diri agar menjadi seorang hamba yang pandai menemukan esensi diri dan esensi citra diri (insan kamil).
3)        Memimpin dan membimbing diri jasmaniyah dan rohaniyah secara bersama-sama secara totalitas  untuk dapat duduk patuh pada Allah SWT serta dapat memberikan kerahmatan bagi lingkungannya.
4)        Menyembuhkan dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat melemahkan bahkan dapat menghancurkan potensi jiwa, akal pikiran, qolbu dan indrawi di dalam menangkap dan memahami kebenaran-kebenaran-kebenaran yang hakiki dengan melakukan pertaubatan dan perbaikan diri seutuhnya.

d.        Tersingkapnya Kecerdasan Ubudiyah
Kecerdasan ubudiyah ialah kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai kebutuhan yang sangat primer dan merupakan makanan bagi rohani dan jiwanya.

e.         Tersingkapnya kecerdasan Khuluqiyah
Kecerdasan Khuluqiyah ialah kemampuan fitrah seorang yang shalih dalam berprilaku, bersikap dan berpenampilan, sebagaimana Rasulullah SAW. Perkataan yang keluar dari lisan mengandung kebenaran dan hikmah, tutur kata lembut, sopan terlepas dari ungkapan-ungkapan yang dapat mengandung cela dan celaka diri dan orang lain. Demikian pula sikap, perbuatan dan penampilan menjadi tauladan dan kebaikan dan kebenaran yang nyata serta kenyataan yang baik dan benar bagi siapa saja yang memandangnya.
Suatu perbuatan atau perialku dapat dikatakan sebagai akhlak apabila memenuhi dua syarat yaitu:
1)        Perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang. Apabila suatu perbuatan hanya dilakukan sekali saja, maka perbuatan itu tidak dapat dikatakan sebagai akhlak.
2)        Perbuatan timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dalam sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan.

3.        Metode Dan Pemeliharaan Kesehatan Mental Menurut Islam
Terdapat tiga metode untuk mengungkap kesehatan mental dalam perspektif islam, yaitu:
a.    Metode Imaniah
Iman secara harfiah diartikan dengan aman dan kepercayaan. Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam menghadapi problem hidup. Dengan iman seseorang memiliki tempat bergantung, tempat mengadu dan tempat memohon apabila ia ditimpakan kesulitan hidup. Keimanan akan mengarahkan seseorang untuk mengoreksi apakah usaha yang dilakukannya sudah maksimal atau belum. Sejalan dengan hukum-hukum-Nya atau tidak. Tetpai jika masih menemui kegagalan, hal yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik kegagalan tersebut.
b.      Metode Islamiah
Islam secara etimologi memiliki tiga makna yaitu: Pertama, penyerahan dan ketundukan, kedua perdamaian dan keamanan, ketiga keselamatan. Realisasi metode islam dapat membentuk kepribadian muslim yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap kondisi.
Kepribadian muslim menimbulkan lima karakter ideal, yaitu:
1)      Karakter syahadatain 
Karakter syahadatain yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan membebabskan diri dari segala belenggu dan dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif, seperti materi dan hawa nafsu.
2)      Karakter mushalli
Karakter mushalli yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah (illah) dan dengan sesama manusia (insani). Komunikasi ilahiah ditandai dengantakbir sedangkan komunikasiinsaniah ditandai dengan salam. Karakter mushalli juga menghendaki kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir diwujudkan dalam wudhu, sedangkan kesucian batin diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyukan.
3)      Karakter muzaki
Karakter muzakki yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untyk keberhaislan dan kesucian jiwanya.
Karakter muzakki menghendaki adanya pencarian harta secara halal dan mendistribusikannya dengan cara yang halal pula. Maka allah sangat menganjurkan kepada manusia untuk mencari rezeki di muka bumi ini dengan cara yang halal.
4)      Karakter sha’im
Karakter sha’im yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan nafsu-nafsu rendah dan liar. Diantara karakter sha’im adalah menahan makan, minum, hubungan seksualpada waktu dan tempat dilarang.
5)      Karakter hajji
Karakter hajji yaitu karakteryang mau mengorbankan harta, waktu bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT.
c.       Metode Ihsaniah
Ihsan secara bahasa berati baik orang yang baik adalah orang yang mengetahui hal-hal yang baik. Mengaplikasikan dengan prosedur yang baik dan dilakukan dengan niat yang baik pula. Metode ini apabila dilakukan dengan benar akan membentuk kepribadian muhsin yang dapat ditempeh melalui beberapa tahapan, yaitu :
a.       Tahapan pemulaan
Pada tahapan ini dmerasa rindu kepada kaliknya. Ia sadar dalam kerinduan nya terdapat tabir yang menghalanginya hubungannya, sehingga ia berusa menghilangkan tabir tersebut. Tahapan ini disebut juga tahapan takholli, yaitu mengkosongkan diri dari segala sifat-sifat kotor, tercela, dan mmaksiat. Kepribadian muhsin tingkat pemula iini diantaranya meninggalkan sirik, meningkalkan khufur, nifak, fusuk, bitah , somgbong, ria dan sebagainya.
b.      Tahapan kesungguhan   menempuh kebaikan
Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat. Kemudian ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengisi diri  dengan tingkah laku yang baik. Tahapan ini disebut tahapan tahalli, yaitu upaya mengisi diri dengan sifat-sifat yang baik.
c.       Tahapan merasakan (al-muziqat)
Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekedar menjalankan perintah khaliknya dan menjauhi larangan-Nya. Namun ia merasa kelezatan, kedekatan, kerinduan dengan-Nya. Tahapan ini disebut tajalli, yaitu menampakkanya sifat-sifat Allah SWT pada diri manusia setelah sifat-sifat buruknya dihilangkandan tabir yang menghalangi menjadi sirna.
Pada tahapan ketiganya ini dilalui para sufu biasanya melalui dua proses yaitu al-fana’ dan al-baqa’. Seseorang apabila mampu menghilangkan wujud jasmaniah dengan cara menghilangkan nafsu-nafsu infulsifnya dan tidak terikat dengan materi atau lingkungan sekitar maka ketika ini terwujud maka ia telah al-fana’. Kondisi beralih kemudian ke al-baqa’, wujud ruhaniah yang ditandai dengan tetapnya sifat-sifat ketuhanan.






  


C.      Penutup
1.         Simpulan
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan, terciptanya penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan serta memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut Muhammad Mahmud terdapat sembilan tanda-tanda kesehatan mental yaitu:Kemapanan ( al-sakinah), ketenangan (al-thuma’ninah), rileks batin dalam menjalankan kewajiban. Memadahi (alkifayah) dalam beraktifitas. Menerima keberadaan dirinya dan memelihara diri. Kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik keluarga, sosial dan agama. Adanya kemampuan menjaga dan memelihara diri Kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat. Kemampuan menbentuk hubungan sosial yang dilandasi rasa percaya. Memiliki keinginan yang realistik sehingga dapat diraih. Adanya kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan dalam mensikapi dan menerima nikmat yang diperoleh.
Adapun Metode dan pemeliharaan kesehatan mental menurut islam yaitu metode imaniyah, metode islamiyah dan ihsaniyah.
2.         Saran
Demikianlah penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak agar dapat menambahkan wawasan dengan melengkapi sumber-sumber bacaan yang berhubungan dengan materi ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang  menbangun demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Atas kritik dan saran yang telah diberikan penulis mengucapkan terima kasih.


[1]Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam ( Jakarta: Amzah, 2010), hal. 143
[2]Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru ( Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2014),hal. 376

[3] Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama ( Jakarta: Teras, 2013), hal. 201
[4] Kasmuri dan Dasril, Psikoterapi Pendekatan Sufistik   ( Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2014), hal. 63
[5] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 136

[6] Farid Hasyim, Bimbingan dan Konseling Religius (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2010) hal. 152

Tidak ada komentar:

Posting Komentar